Dari Jakarta hingga Perbatasan Nusantara untuk Papua
Narasumber di Forum Kebangsaan |
JAKARTA I Tokoh Adat, tokoh Agama, pemuda-pemudi dan intelektual Papua harus diselamatkan, mereka adalah aset Bangsa Indonesia. Baik yang pro maupun yang kontra dalam kasus Papua hari ini yang ramai dengan isu Papua Merdeka. Meskipun telah final kita bersama bangsa-bangsa lain membentuk Bangsa Indonesia, sebab memang Negara Indonesia ini banyak bangsa, persoalan ini tidak bisa ditangani dengan gegabah."Ujar Stevanus S. Wetipo, pemateri yang sekaligus ketua Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) Provinsi Papua dan Papua Barat mengawali diskusi Forum Kebangsaan Indonesia (FKI) pada (31/8/19) bertempat di Komunitas Senen Jakarta Pusat.
"Kita sepakat masalah Rasisme adalah bentuk penghinaan manusia atas manusia. Setara dengan kejahatan dunia yang tidak boleh dilakukan oleh siapapun manusianya, apapun Suku
dan Agamanya. Bahkan saya yakin, manusia tidak beragamapun, akan marah kalau dihina. Namun demikian, kita juga harus ingat, bahwa dinamika komunikasi, bahkan dalam lingkup membahas hal-hal baik pun, kadang kita bisa emosi dan terpancing keluar kata kasar dan Rasis. Sering kita lihat di televisi dan internet, dialog-dialog panas yang akhirnya terjerumus menjadi
Rasis dan Sara. Untuk itu, kami sepakat siapapun itu pelakunya, penegakan secara hukum harus dilakukan. Agar tercipta rasa adil dan menjadi pelajaran baik kepada siapapun dikelak kemudian hari," ujarnya
lagi pada kegiatan dengan tema "NKRI sebagai Basis Kesatuan Ideologi, Ekonomi, Politik, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan dalam Upaya Menghadapi Perubahan Global"ini.
Dalam acara yang dihadiri antara lain, Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) Provinsi Papua,
Laskar Patriot Pembela Pancasila (PALAPA), Romo Anis Rahanau Wetipo, LSM Papua
Mandiri, Barisan Rakyat Pembela Tanah Air (BARAPETA), Lembaga Suara Rakyat Jakarta Tunggal Ika dan Komunike Suara
Perbatasan ini, Stevanus S. Wetipo juga menyampaikan beberapa kejanggalan dalam kasus Papua
kali ini.
"Pola di Jakarta dalam Pemilu lalu dengan kasus Papua hari ini sangat mirip. Dimulai dari isu
agama maupun SARA, sama-sama banyak demo, adanya penolakan-penolakan kelompok
tertentu oleh kelompok lainnya dibeberapa daerah. Bedanya di Jakarta tidak terjadi perusakan.
Saya juga heran, diberbagai negara juga ada pro dan kontra soal isu Papua Merdeka. Padahal
Undang-undang Dekolonialisasi PBB tidak mungkin melanggar aturannya sendiri terhadap
wilayah non selfGoverning territories, di mana wilayah yang ada Pemerintahannya tidak bisa
dimerdekakan," paparnya.
"Dan kalaupun menurut amanat UUD 1945, mengamanatkan 'bahwa kemerdekaan ialah hak
segala Bangsa' maka Bangsa ini punya cara memerdekakan melalui Otonom. Sebab tidak
mungkin Indonesia berubah menjadi Negara Federasi dimana nanti ada Negara Sulawesi,
Kalimantan, Jawa, Bali ataupun Papua sendiri-sendiri. Namun terlepas dari itu semua, pokoknya rakyat harus diselamatkan, siapapun dan apapun
status Politik, Suku dan Agamanya, harus prioritas," tegasnya lagi.
Tidak ketinggalan, Oyang, dari Komunike Suara Perbatasan NTT menyatakan, "kami juga
heran sebenarnya, dari isu Rasisme rembet jadi isu soal merdeka".
Manaurak, juga dari Komunike Suara Perbatasan NTT juga menyatakan, "intinya kita harus mulai
bersama-sama sebagai elemen bangsa Indonesia, harus mampu memulai duduk berdialog
bersama, mengingat sejak kontestasi Pemilu lalu, energi rakyat seperti dikuras untuk berpikir soal kepentingan elit".
"Kita seperti kehilangan waktu untuk berpikir bagaimana konsolidasi rakyat
dibawah bisa dibangun maksimal untuk meningkatkan kualitas hidup dalam Bangsa yang besar ini.
Tujuan berpolitik harusnya bisa memberi solusi pasca kontestasi," tambah Manaurak.
Acara tersebut diakhiri dengan rekomendasi penyelesaian kasus Papua sebagai berikut :
1.Perkuat Pancasila, BhinnekaTunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 ditanah Papua.
2.Jalankan Politik sepenuhnya untuk dan dalam rangka mencapai hidup berbangsa-Negara
Indonesia seutuhnya di Papua.
3.Bangun kemandirian ekonomi ditanah Papua seluasnya.
4.Mengutuk RASISME sebagai bentuk kejahatan dunia, dibelahan bumi manapun.
5.Perkuat Adat Istiadat dan moral sebagai modal dan kepribadian Bangsa Indonesia di Papua.
6.Mendukung TNI-POLRI untuk melindungi, melayani dan mewujudkan rasa aman masyarakat
di Papua.
*(Indri / SP)*